Berdamai

by - Februari 11, 2021

Photo by Artsy Vibes on Unsplash



Dari umur 12 tahun, aku sudah harus berpisah dengan orang tuaku dan hanya berjumpa saat libur sekolah. Kadang aku iri dengan teman - temanku yang rumahnya deket sekolah karena mereka tidak perlu ngekos di usia remaja. 

Tinggal di kos - kosan sejak remaja membuat aku tidak begitu dekat dengan keluargaku, aku tidak leluasa bercerita apapun tentang kehidupanku, menjadi canggung, sehingga akhirnya aku hanya bisa bilang di dalam doaku ya Allah aku sangat menyayangi Ibu dan Bapakku juga adik - adikku. Lindungi kami, kuatkan kami, berkahi kami, berikan kesehatan, panjang umur dan rejeki yang luas. Amin.

Saat anak - anak lain diwaktu kecil bermain dengan adiknya, aku ? aku hanya bisa sesekali bermain ketika bertemu mereka. Tau - tau udah gede dan yah time so fast, bulan ini aku harus nikah.

Menikah bukanlah pilihan didalam hidupku, tapi keputusan yang percaya gak percaya harus aku ambil. Memutuskan untuk menikah adalah proses yang mengharuskan aku untuk berdamai dengan segala keruwetan yang ada di pikiranku dan adat istiadat. Aku paling tidak suka dengan celoteh  basa - basi Kapan Nikah ? apalagi hal itu ditanyakan oleh orang yang tidak begitu akrab denganku, bukan teman mainku teman sekolah atau sekedar teman yang udah dari awal aku ngekos. Wkwkwk . Mungkin orang yang berkata seperti itu tidak berpikir atas apa yang dia ucapkan dan sejujurnya itu adalah kalimat yang paling tidak sopan di sepanjang abad ini. 

Sejauh ini aku merasa memiliki banyak teman - teman yang baik yaa setelah aku hijrah ke pare, sekolah di pare membuat aku menemukan banyak teman baik. Bukan berarti temanku waktu sd tidak baik, tapi karena durasi pertemanan yang sangat singkat sehingga membuat aku tak begitu akrab lagi dengan mereka dan ketika aku ketemu mereka lagi, mereka udah gak seasik dulu. yaudah aku memilih kepare untuk bertemu teman - temanku yang asik. 

Berdamai dengan diri sendiri sangat - sangat sulit, menurutku lebih mudah berdamai dengan musuh daripada berdamai dengan diri sendiri. Well, apakah aku pernah punya musuh ? Tentu pernah wkwk apalagi waktu jaman - jaman sering lomba dulu. Norak banget kalo pertandingan hahaha

Terdengar klasik tapi serius ini sulit dijelaskan, kenapa aku mau memutuskan menikah ? Jawaban yang seharusnya adalah yaa karena sudah waktu yang tepat. Aku tidak akan pernah merasa siap, sampai kapanpun karena aku tidak pernah menyiapkan sebelumnya. Huahaha 

Entah apa yang ada dipikiranku, aku pernah berpikir bahwa kebahagiaan itu bukan diukur dari orang itu menikah atau tidak, tapi dari bagaimana mensyukuri hidupnya sekarang. Toh belum tentu orang yang menikah lebih bahagia dari yang belum menikah.

Alhamdulillahnya, aku memiliki seseorang yang mencintai aku dan selalu nerima aku apa adanya. Memang benar, menikahlah dengan orang yang mencintai kamu bukan  yang kamu cintai tapi dia tidak mencintaimu. Aduh omong apaansih aku ini. Wkkwkw

Temen dekatku pasti tau, aku gimana orangnya kalo udah suka sama orang dan gimana sulitnya ngebuat aku suka sama orang. suka dalam artian asmara yaa wkkwwk 

Salah satu saudaraku bilang ke aku gini, "Wis talah Ga ndang rabio lak wis enek, bapak ibukmu selama ini kepikiran kok awakmu durung rabi. Lak awakmu rabi engko bapak ibukmu lak seneng". Kalimat itu yang setiap hari aku pikirkan. Ini sangat bertentangan dengan aku. Gapernah mau dengerin omongan orang, karena orang ga tau apa sebenernya terjadi Tapi kalimat itu nusuk banget dan membuat aku kepikiran. Ditambah lagi omongan orang di  sekitar rumahku yang bener - bener ngebuat sakit hati kalo umur 25+ belum nikah. Maklum sih aku tinggal di pedesaan yang umumnya 16 taun udah punya anak 1. Alhamdulillah, orang tuaku tidak berpikiran seperti itu dan selalu mendukung apapun keputusan anak - anaknya selama tidak melanggar aturan adat, agama dan negara.

Dari hasil aku kepikiran itu dan adanya seseorang yang sabar meski kadang menyebalkan naudzubillah akhirnya aku memberanikan diri dan berdamai dengan diriku kalau ya, sebagai manusia memang harus menikah dan menyenangkan orang tua.

Lihat bayi aja gak suka, karena menurutku anak kecil itu menyebalkan. 

Orang tuaku sudah berkorban banyak untukku, kalau aku gak mau nikah pasti mereka sedih dan kepikiran terus menerus. Kalau aku nikah, mungkin bakal enak juga karena ada temen yang tiap hari bisa ketemu. 

Sulit percaya kalau akhirnya, yaa bulan ini aku akan menikah. 

Terimakasih Ibu dan Bapak yang selalu mendukung apapaun yang terbaik untuk aku,   mengabulkan permintaanku dan mengorbankan apapun yang kalian miliki untuk aku. 

Terimakasih untuk semua temen - temenku yang selalu baik kepadaku, temenku yang selalu ngebales chat dan mesti bilang kapan nang pare, kapan ndek omah aku arep dolan, kapan ketemu, ah aku rindu, terimakasih juga temanku yang pernah nitipin hatinya ke aku dan  ngebuat aku nunggu bertahun - tahun tapi ternyata engak balik ke aku wkkww dan temanku yang pernah jadi yang akan jadi suamiku nanti karena berhasil membuat aku yakin kalau kamu akan selalu baik kepadaku dan akhirnya aku mau kamu nikahi.

Semoga perdamaian pikiran, hati dan kenyataan ini abadi sehingga aku akan baik - baik saja dan bahagia..

You May Also Like

0 Comments